INKARNASI WIÛÓU SEBAGAI WARÀHA (Babi
Hutan)
Maitreya kemudian melanjutkan ceritanya.
Manu dan Úatarùpa kemudian menemui Brahmà dan berkata “Tuan, kami
belum mempunyai tempat tinggal. Seluruh dunia dipenuhi dengan air. Bumi
tenggelam dalam air itu.”
Brahmà telah mengetahui hal itu dan beliau sedang memikirkan apa
yang harus dilakukannya. Barang kali ia harus meminta nasehat kepada Wiûóu,
demikian pikir beliau.
Namun ketika sedang berfikir demikian, semenit kemudian
tiba-tiba keluarlah seekor babi hutan yang kecil dari lubang hidung beliau. Dan
dalam beberapa menit babi itu kemudian membesar dan membesar. Brahmà, para åûi
dan Manu menjadi sangat takjub oleh hal itu. Siapakah kira-kira binatang ajaib
ini ?
Ketika mereka sedang kebingungan, babi hutan ini mulai meraung.
Dan akibat raungannya bumi seolah berguncang karenanya. Sehingga semuanya mulai
menyadari bahwa binatang ini tiada lain adalah Wiûóu. Maka mereka kemudian
mulai memuja Wiûóu. Mereka mengucapkan mantra-mantra agar binatang ajaib ini
bisa tenang.
Selanjutnya binatang itu meloncat ke udara. Binatang itu menegakkan
tubuhnya seperti berdiri lalu melesat menembus awan. Sinar matanya menerangi
keempat penjuru arah dan taringnya putih berkilauan. Setelah melirik kepada
para hadirin yang ada di tempat itu, lalu memasuki kedalaman air samudra.
Bagaikan sebuah gunung, babi hutan itu terjun ke dalam air hingga samudera itu
seolah-olah terbelah. Babi hutan itu menerobos seluruh penjuru alam bawah bumi
dan di sana ia mendapatkan bumi. Selanjutnya binatang ajaib itu mengangkat bumi
dengan taringnya dan membawa bumi ke tempat asalnya.
Di dalam air itu juga ada
seorang raksasa yang bernama Hiraóyakûa. Hiraóyakûa mencoba melawan binatang
ajaib ini dengan sebuah gadanya, namun bagai-manapun juga tidak ada yang
sanggup mengalahkan Wiûóu. Wiûóu berhasil mengalahkan raksasa ini dengan
senjata Sudarúana cakra-Nya.
Para åûi berdoa penuh syukur atas keberhasilan beliau.
Namun Widura belum puas. Ia kemudian berkata “Tuan åûi, anda belum
menjelaskan siapa Hiraóyakûa yang ditemui oleh Wiûóu di alam bawah bumi itu ?”
Maitreya kemudian mulai menceritakan kisah tentang Hiraóyakûa.
Tersebutlah putri Dakûa yang bernama Diti dinikahkan dengan åûi
Kaúyapa. Åûi Kaúyapa adalah putra dari åûi Marìci. Kaúyapa dan Diti memiliki
dua orang putra. Namun sayang sekali, Diti telah memiliki keinginan agar bisa
melahirkan anak pada saat senja menjelang. Dan senja hari, menjelang malam
bukanlah waktu yang tidak baik untuk tugas seperti itu.
Karena para hantu dan
mahluk halus berkeliaran. Maka sebagai akibatnya, kedua anak itu kemudian lahir
sebagai mahluk jahat. Mereka mengganggu dan menekan seluruh penghuni dunia. Dan
ditentukan bahwa mereka akan dibunuh oleh Wiûóu dalam inkarnasi beliau. Kedua
anak ini adalah Hiraóyakûa dan Hiraóyakaúipu.
Namun Kaúyapa adalah seorang åûi yang sakti. Maka beliau kemudian
menganugrahkan bahwa salah satu dari cucunya akan menjadi sangat baik hati
hingga akan menjadi contoh dan teladan bagi semua orang. Cucunya ini adalah
Prahlàda yang selalu setia dalam pengabdiannya kepada Wiûóu.
Selama seratus tahun kedua anak yang bertabiat jahat ini berada
dalam rahim ibunya. Karena saking buruknya tabiat anak-anak ini, maka ketika
mereka dilahirkan, empat penjuru arah menjadi gelap hingga matahari dan bulan
tidak mampu bersinar terang. Para dewa menjadi sangat terkejut oleh peristiwa
itu hingga mereka pergi menemui Brahmà untuk mendapatkan pemecahan terhadap
masalah itu.
Brahmà kemudian berkata, “Janganlah khawatir. Semua ini telah
ditakdirkan sedemikian rupa. Aku akan menceritakan tentang kisah Jaya dan
Wijaya pada kalian.” Ceritanya demikian.
Pada suatu waktu, beberapa åûi pergi ke Waikuóþhaloka. Ini adalah
wilayah kerajaan Wiûóu. Dan loka ini adalah tempat terindah yang pernah ada. Di
dalamnya terdapat banyak kebun yang indah.
Kebun-kebun itu ditumbuhi pepohonan yang meng-hasilkan buah atau
bunga apa saja yang diinginkan oleh seseorang. Ada banyak telaga yang dipenuhi
bunga teratai. Dan di mana-mana tampak para gandharwa menari dan menyanyi.
Mereka yang setia mengabdi pada Wiûóu akan tinggal selamanya di Waikuóþhaloka.
Sedangkan mereka yang bersifat jahat tidak akan bisa tinggal di sini. Keindahan
Waikuóþhaloka, sungguh tidak terlukiskan, dan dikatakan bahwa alam ini jauh
lebih indah dari Brahmaloka.
Para åûi itu merasa sangat senang, karena bisa datang ke tempat
itu. Sekarang mereka ingin berjumpa dengan Wiûóu secara langsung. Mereka dengan
mudah bisa menyeberangi enam gerbang dan selanjutnya mereka tiba di gerbang
yang ke tujuh, yaitu gerbang terakhir yang harus dilewatinya sebelum bisa
berjumpa dengan Wiûóu.
Namun di sana ada dua orang penjaga yang sedang berjaga
dan melarang para åûi itu untuk melewati gerbang ketujuh. Mereka membawa gada
di tangannya dan mengancam akan menyerang para åûi.
Oleh perlakuan itu, para åûi merasa terhina. Hingga mereka
mengutuk kedua penjaga yang bernama Jaya dan Wijaya itu turun ke dunia. Dan
merekalah yang lahir menjadi Hiraóyakûa dan Hiraóyakaúipu.
Setelah seratus tahun berlalu, mereka pun terlahir menjadi
sepasang bayi kembar. Ketika mereka lahir, tampaklah berbagai pertanda buruk di
sekeliling tempat itu. Bumi bergetar dan api berkobar di mana-mana. Di langit
terjadi hujan meteor dan halilintar menggelegar di mana-mana.
Badai debu
membuat bumi gelap pekat. Pepohonan tumbang oleh badai dan halilintar membelah
langit. Awan di langit sangat tebal hingga matahari tidak tampak sinarnya.
Sedangkan di laut terjadi gelombang yang sangat besar. Semua binatang berlarian
ketakutan, meraung dan menjerit.
Kembar yang pertama bernama Hiraóyakûa dan adiknya adalah
Hiraóyakaúipu. Setelah dewasa kedua anak ini menjadi amat sakti dan kuat. Atas
berkat yang didapatnya dari Brahmà. Hiraóyakûa menjadi tidak terkalahkan.
Kemudian ia menyerang surga. Indra dan para dewa lain berhasil disingkirkan
dari kahyangan.
Setelah mengalahkan para dewa kahyangan ia memutuskan untuk
menyerang kerajaan laut. Di mana yang menjadi penguasa di sana adalah Waruóa,
namun pasukan Waruóa tidak sebanding dengan pasukan Hiraóyakûa, hingga Waruóa
harus menyerah. Dan Hiraóyakûa kemudian merebut sebuah istana yang bernama
Wibhàwarì. Akhirnya Hiraóyakûa tinggal di sana.
Setelah beberapa waktu, Hiraóyakûa melihat Wiûóu dalam wujud
seekor babi hutan. Lalu ia menantang binatang ajaib itu untuk berkelahi.
Hiraóyakûa menggunakan gada saktinya untuk menyerang Wiûóu yang dengan mudah
menangkisnya.
Demikianlah, terjadi pertarungan yang sengit di antara keduanya,
dan masing-masing adalah petarung yang hebat. Suatu kali Wiûóu berhasil memukul
Àsura itu dengan gadanya. Namun pukulan itu tidak mempengaruhi Hiraóyakûa. Dan
sebaliknya ia berhasil memukul gada Wiûóu hingga jatuh ke tanah. Melihat hal
itu, Wiûóu segera memanggil cakra Sudarúananya. Dan beliau berusaha menangkis
berbagai jenis senjata yang dilemparkan padanya.
Kemudian Hiraóyakûa menggunakan ilmu Màyà, yaitu seni menciptakan
ilusi dan halusinasi. Ia menghilang dan menjadikan dunia tampak gelap gulita.
Dan dari kegelapan itu ia menyerang dengan berbagai senjata dan batu-batu
besar. Saat itu tampak ada banyak hantu ciptaan Hiraóyakûa. Akan tetapi ketika
Wiûóu melemparkan cakra Sudarúananya, semua ilusi itu sirna hingga akhirnya
cakra itu memotong kepala Hiraóyakûa.
Setelah menyelesaikan tugasnya, maka Wiûóu kemudian meninggalkan
wujud Waràha (babi hutan) itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar