HIRAÓYAKAÚIPU DAN PRAHLÀDA
Mungkin anda masih ingat tentang Wiûóu yang berwujud seekor babi
hutan untuk membunuh Hiraóyakûa. Dan Hiraóyakûa ini memiliki seorang saudara
bernama Hiraóyakaúipu.
Hiraóyakaúipu menjadi sangat marah setelah mengetahui saudaranya
dibunuh oleh Wiûóu. Maka ia memutuskan untuk membunuh Wiûóu. Ia mengumpulkan
semua àsura dan menyuruh mereka menghentikan pembacaan dan penyebaran kitab
Weda.
Para Àsura melakukan perintahnya hingga seluruh yajña berakhir. Para dewa
ditekan hingga mereka lari dari surga. Hiraóyakaúipu menghibur ibu dan
keponakan-keponakannya agar tidak bersedih atas kematian Hiraóyakûa dan
berjanji akan membalaskan dendamnya.
Untuk memenuhi ambisinya itu, ia kemudian melakukan tapa brata
yang sangat hebat. Ia bertapa berdiri dengan jempol kakinya dan mengangkat
tangannya. Demikianlah posisi tapanya. Rambutnya dijalin seperti pertapa dan
jamur mulai tumbuh menutupi seluruh tubuhnya. Selama seratus tahun
Hiraóyakaúipu bertapa tanpa makan dan minum.
Akhirnya Brahmà berkenan dan setuju untuk memberikan sebuah
anugrah padanya. “Berikanlah hamba anugrah agar hamba tidak akan bisa dibunuh
oleh siapa pun yang merupakan mahluk ciptaan anda.” kata Hiraóyakaúipu. “Agar
hamba tidak bisa dibunuh pada siang ataupun malam hari, oleh manusia ataupun
binatang, di langit ataupun di bumi. Agar hamba tidak mempan oleh senjata apapun.
Agar para dewa ataupun àsura tidak bisa mengalahkan hamba.”
Brahmà berkenan memberikan anugrah yang jarang dan langka itu.
Karena kekuatan itu, Hiraóyakaúipu mulai menaklukkan ketiga dunia. Ia bahkan
mengusir Indra dari surga, dan memerintah di sana. Para dewa kemudian meminta
perlindungan kepada Wiûóu. Wiûóu kemudian berkata mereka agar bersabar. Dan
beliau berkata bahwa beliau sendiri yang akan turun ke dunia untuk membunuh
Hiraóyakaúipu, ketika ia mulai menekan dan menyiksa anaknya, Prahlàda.
Selain Prahlàda, Hiraóyakaúipu, juga memiliki tiga orang putra
yang lain. Namun Prahlàda adalah pengecualian. Anak ini sangat setia memuja
Wiûóu dan setiap saat selalu memuja Wiûóu.
Úukràcàrya adalah guru dan penasehat para àsura. Dan ia memiliki
dua orang putra yaitu Úandra dan Amarka. Kedua bersaudara ini mengajar Prahlàda
dan saudara-saudaranya. Namun tanpa memperdulikan apa pun yang diajarkan oleh
mereka, Prahlàda tetap memuja dan mengagungkan Wiûóu.
Pada mulanya
Hiraóyakaúipu menganggap bahwa semua itu hanyalah guyonan anak kecil dan
mengabaikannya. Namun hal itu terus berlanjut dengan ditandai Prahlàda yang
terus memuja Wiûóu.
Maka Hiraóyakaúipu yang tidak menginginkan punya anak yang
seperti itu, segera memerintahkan pelayan-pelayannya untuk membunuh Prahlàda.
Para àsura kemudian menyerang Prahlàda dengan tombak, namun atas perlindungan
Wiûóu, tombak itu tidak mempan pada Prahlàda.
Kemudian mereka melepaskan
beberapa ekor gajah yang besar untuk menginjak tubuh Prahlàda. Kemudian
Prahlàda digigit oleh ular berbisa yang dilepaskan untuk membunuhnya. Lalu anak
itu dijatuhkan dari puncak gunung. Diracuni, dilempar kedalam samudra. Namun
atas perlindungan Wiûóu, Prahlàda menjadi selamat dari semua itu.
Prahlàda kemudian dipenjarakan untuk sementara waktu dan waktunya
selama di penjara itu dihabiskan dengan mengajar anak-anak àsura untuk selalu
memuja Wiûóu. Ia memberitahukan tentang bagaimana ia selalu memuja Wiûóu.
Ceritanya demikian.
Suatu saat ketika Hiraóyakaúipu pergi melakukan tapasya, para
dewa menyerang àsura dan mengalahkan mereka. Indra kemudian menculik ibu
Prahlàda. Namun Nàrada kemudian meyakinkan Indra bahwa menculik itu adalah
sebuah dosa.
Ibu Prahlàda ini kemudian dibebaskan dan di bawa ke pertapaan
Nàrada. Saat itu Prahlàda sedang berada di dalam rahim ibunya dan ia juga ikut
mendengarkan berbagai kebijaksanaan yang diajarkan oleh Nàrada kepada Ibunya.
Pelajaran itulah yang terus diingatnya sampai sekarang.
Setelah mendapat
pelajaran dari Prahlàda, anak-anak para àsura itu mulai berubah dan rajin melakukan
pemujaan kepada Wiûóu. Dan Hiraóyakaúipu yang dilaporkan hal itu, tidak bisa
mentoleransinya lagi. Ia kemudian memanggil Prahlàda untuk menghadap padanya
sekali lagi.
“Siapa yang selalu melindungimu setiap saat jika aku mau
membunuhmu ?” tanya Hiraóyakaúipu. “Wiûóu” jawabnya. “Wiûóu ? Dimana Wiûóu itu
berada ?” teriak Hiraóyakaúipu. “Beliau ada di mana-mana” jawabnya.
“Di mana-mana ?” tanya Hiraóyakaúipu yang kemudian menunjuk ke
sebuah pilar kristal di istananya lalu berkata, “Apakah Wiûóu juga ada di pilar
itu ? Sekarang lihatlah aku akan menghancurkan pilar ini. Kau boleh lihat jika
Wiûóu ada di sini.”
Hiraóyakaúipu kemudian memukul pilar itu dengan hantaman
tinjunya. Dan dari dalam pilar itu terdengarlah suara yang aneh. Sesosok mahluk
aneh tiba-tiba keluar dari dalam pilar itu. Mahluk ini tidak berupa binatang
ataupun manusia, wujudnya setengah manusia dan setengah binatang.
Mahluk ini
adalah Nàraúimha awatàra, yang memiliki mata bagaikan emas yang menyala. Bulu
singa yang berwarna keemasan memenuhi wajahnya. Giginya tajam seperti pedang.
Cakarnya juga sangat tajam.
Hiraóyakaúipu kemudian menyerang Nàrasiýha dengan
sebuah gadanya. Namun Nàraúimha berhasil menangkap kedua tangan àsura itu, dan
dengan mudah ia melemparkan pedang dan perisai yang dibawa oleh Hiraóyakaúipu.
Ia menaruh àsura itu di tangannya dan mencakar dadanya dengan cakarnya. Lalu ia
juga membunuh para àsura yang lainnya.
Prahlàda kemudian datang dan memuja Nàraúimha. Nàraúimha
memberikan sebuah anugrah dan Prahlàda meminta agar dosa-dosa ayahnya diampuni
Wiûóu kemudian mengabulkan permintaannya.
Selanjutnya Prahlàda menjadi raja para àsura dan ia memerintah
dengan adil dan bijaksana, sesuai dengan ajaran dharma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar