Båhannàradìya-Puràóa (Puràóa Agung Maharûi Nàrada)
Umumnya ia dinamakan demikian untuk membedakannya dengan Nàrada atau Nàradìya Upapuràóa. Akan tetapi ada yang meragukan bahkan apakah Båhannàradìya Puràóa pantas untuk dimasukkan ke dalam Mahàpuràóa (Puràóa yang kuno) karena secara murni adalah sebuah naskah sektarian, yang di dalamnya Úùta mengulangi percakapan atara mahàrûi Nàrada dan Sanatkumàra, dan Maharûi Nàrada muncul dalam karakter sebagai seorang guru Viûóubhakti, penyembahan Viûóu yang saleh.
Temanya yang nyata tidak seperti kitab-kitab Puràóa lainnya, menguraikan
tentang penciptaan dunia dan sejenisnya. Hal tersebut tidak disentuh sama
sekali; tema-temanya yang utama adalah
uraian tentang dari festival (utsava), upacara-upacara dari cara memuja Sang
Hyang Viûóu yang diilustrasikan dengan bermacam-macam legenda, atau disisipkan
dalam legenda-legenda, juga menemukan bagian didaktik yang menjunjung tinggi
suatu disiplin hidup sebagai seorang Bràhmaóa yang agak tidak tolerant. Bab XIV, satu bab yang panjang berisi suatu
katalog tentang dosa-dosa dan hukuman-hukuman neraka yang harus diterima.
Dengan contoh berikut, dimaksukkan di antara mereka yang berbuat dosa namun
tidak bertobat, dan hukumannya tidak dapat dibatalkan, karenanya menerima
hukuman di neraka.
Orang-orang yang berdosa dan tidak melakukan penebusan
dosa (bertobat), tidak hanya dihukum panggang di alam neraka selama ratusan dan
ribuan tahun, dalam kitab itu diuraikan secara detail satu persatu siksa-siksa
neraka tetapi sesudah di neraka, mereka
dilahirkan kembali sebagai cacing-cacing dan binatang lainnya, sebagai
orang yang tidak beriman. Namun demikian, berlawanan dengan semua kutukan atau
hukuman di atas, pada bagian yang sama itu mengajarkan bahwa Viûóubhakti menghapuskan
semua dosa, demikian pula air sungai Gangga juga mencucikan dosa-dosa yang
paling hitam sekalipun.
Beberapa bab (22-28) secara rinci memperlakukan tugas-tugas dari profesi (varna) dan aúrama-aúrama, dengan upacara Úràaddha dan upacara-upacara penebusan dosa (Pràyaúcita). Bab-bab terakhir menguraikan tentang kesengsaraan dari penjelmaan (saýsàra) dan upaya mencapai keselamatan (mokûa) melalui sarana yoga dan Bhakti. kepada Sang Hyang Viûóu dinyatakan kembali, sebagai satu-satunya jalan keselamatan, demikianlah diuraikan pada bab 28,116. “Apa faedahnya mantra suci Veda, ajaran sastra-sastra yang utama, penyucian diri di tempat-tempat mandi suci suci (tìrthayàtra), atau pertapaan dan upacara korban kepada mereka yang tanpa melaksanakan kebaktian kepada Sang Hyang Viûóu (Viûóu Bhakti)”.
Nàradìya Upapuràóa memasukkan ceritra Rukmàògadacarita, yang juga merupakan sebuah buku yang juga sejalan dan berdiri sendiri. Ceritra yang mendatangkan keberuntungan dari raja Rukmàògada diceritakan di dalam 46 bab. Raja Rumàògada telah menjanjikan putrinya Mohinì, bahwa ia mau mengabulkan satu keinginan apapun yang memungkinkan untuk itu. Dia (putri itu) memohon bahwa sang rajaakan menghentikan puasanya pada hari Ekadasi (hari ke 11 dari setengah bulan yang dikeramatkan untuk Sang Hyang Viûóu) atau menyembelih putranya; dan akhirnya raja memutuskan pada keputusan yang disebut terakhir itu, sebab hal itu nilainya lebih kecil dari dosa itu.
Beberapa bab (22-28) secara rinci memperlakukan tugas-tugas dari profesi (varna) dan aúrama-aúrama, dengan upacara Úràaddha dan upacara-upacara penebusan dosa (Pràyaúcita). Bab-bab terakhir menguraikan tentang kesengsaraan dari penjelmaan (saýsàra) dan upaya mencapai keselamatan (mokûa) melalui sarana yoga dan Bhakti. kepada Sang Hyang Viûóu dinyatakan kembali, sebagai satu-satunya jalan keselamatan, demikianlah diuraikan pada bab 28,116. “Apa faedahnya mantra suci Veda, ajaran sastra-sastra yang utama, penyucian diri di tempat-tempat mandi suci suci (tìrthayàtra), atau pertapaan dan upacara korban kepada mereka yang tanpa melaksanakan kebaktian kepada Sang Hyang Viûóu (Viûóu Bhakti)”.
Nàradìya Upapuràóa memasukkan ceritra Rukmàògadacarita, yang juga merupakan sebuah buku yang juga sejalan dan berdiri sendiri. Ceritra yang mendatangkan keberuntungan dari raja Rukmàògada diceritakan di dalam 46 bab. Raja Rumàògada telah menjanjikan putrinya Mohinì, bahwa ia mau mengabulkan satu keinginan apapun yang memungkinkan untuk itu. Dia (putri itu) memohon bahwa sang rajaakan menghentikan puasanya pada hari Ekadasi (hari ke 11 dari setengah bulan yang dikeramatkan untuk Sang Hyang Viûóu) atau menyembelih putranya; dan akhirnya raja memutuskan pada keputusan yang disebut terakhir itu, sebab hal itu nilainya lebih kecil dari dosa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar