AMBARÌÛA
Raja Ambarìûa adalah keturunan raja Nàbhàga. Ia menguasai dunia
dan memiliki semua kekayaan yang mungkin diinginkan oleh seseorang. Namun
Ambarìûa tidak terlalu menarik hatinya. Pikirannya selalu tertuju pada Wiûóu.
Ia dan istrinya memutuskan untuk melakukan sebuah upacara agama yang khusus.
Pada akhir upacara itu, mereka ditentukan agar melakukan puasa selama tiga malam.
Dan jika upacara itu ingin dilaksanakan dengan sukses, maka setelah tiga malam
mereka harus makan kembali.
Ketika semua sedang berlangsung, åûi Durwàsa datang ke tempat
mereka. Ambarìûa kemudian memberikan penghormatan sebagaimana layaknya dan
mempersembahkan makanan. Sang åûi menerimanya, namun beliau ingin melakukan
permandian terlebih dahulu.
Namun, setelah ditunggu cukup lama, sang åûi tidak muncul
kembali. Hal ini membuat Ambarìûa berada dalam dilema. Ia tidak bisa makan
sebelum tamunya, sedangkan saat itu ia diharuskan untuk makan karena tiga malam
telah berlalu setelah puasanya.
Dan jika saat itu berlalu tanpa penyelesaian
dari ritualnya itu, maka semua upacara yang dilakukannya akan menjadi sia-sia.
Tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya, Ambarìûa kemudian meminum air
sebagai penahan laparnya.
Saat itulah åûi Durwàsa kembali dan mengetahui bahwa Ambarìûa
telah meminum air. Sang åûi yang berhati panas kemudian mencabut sehelai
rambutnya, lalu melemparkannya ke tanah. Dari helaian rambut itu terciptalah
sesosok mahluk menakutkan yang memegang pedang. Siap untuk membunuh Ambarìûa.
Namun Ambarìûa adalah pemuja Wiûóu yang setia.
Maka saat itu juga senjata
Sudarúana cakra datang dan menghancurkan àsura itu. Cakra itu kemudian mengejar
åûi Durwàsa kemanapun sang åûi pergi. Akhirnya Durwàsa pergi ke Wiûóuloka dan
bersujud memohon pada Wiûóu yang kemudian menyuruhnya pergi kepada Ambarìûa
untuk meminta maaf.
Dengan diikuti oleh cakra itu, Durwàsa pergi kepada Ambarìûa
untuk meminta maaf. Akhirnya Ambarìûa berhasil menjinakkan senjata ilahi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar