Brahmàóða Puràóa
Dalam daftar yang terdapat pada Kùrma Puràóa, Puràóa yang kedelapan belas ini dinamakan “Vàyavìya Brahmàóða”, “Puràóanya telor-telor/planet-planet Brahman yang diwedarkan oleh Sang Hyang Vàyu”, dan adalah mungkin bahwa Brahmàóða yang asli adalah sebuah versi lain dari Vàyu Puràóa yang lebih tua.Menurut Màtûya Puràóa (53,55f) bahwa Puràóa diwedarkan oleh Brahman, dan berisi pangagungan terhadap planet-planet Brahman. Kitab-kitab Bràhmaóa dan kitab-kitab Upaniûad terlebih dahulu sudah menyatakan tentang eksistensi telur emas yang merupakan asal mula alam semesta yang diciptakan oleh Brahman.
Kitab-kitab dimaksud antara lain: Úatapatha Bràmaóa (
XI.1.6.) dan Chàndogya Upaniûad (III.9.1). Menurut kosmogoni dari kitab Puràóa
ini, Brahman (Viûóu dalam wujud-Nya sebagai Brahman) bertempat di dalam telur
yang di dalamnya berada keseluruhan alam-semesta dalam kondisi tertutup, dan
yang keluar dan membuka dirinya kekuasaan Sang Maha Pencipta. Hal yang sama
juga disebutkan dalam kitab Viûóu Puràóa I.2, Vàyu Puràóa 4.76
dan Manusmåti atau Manavadharmaúàstra I.9.
Seperti juga kitab-kitab Puràóa yang lain
secara rinci menguraikan kalpa-kalpa yang akan datang dalam 12.200 úloka. Akan
tetapi, tampaknya karya yang asli dari dari kitab Puràóa ini rupanya telah
hilang, naskah yang kita miliki, bagian terbanyak hanya berisi
Màhànya-màhàtnya, Stotra-stotra dan Upàkhyàna-upàkhyàna yang mengklaim dirinya
sebagai bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa.
Àdhyàtma-Ràmàyaóa, yaitu “Ràmàyaóa
yang di dalamnya menempatkan Úrì Ràma sebagai Àtman yang tertinggi”, yang di
dalam Advaita (Monisme dari Vedànta) dan Ràma Bhakti diajarkan sebagai salah
jalan menuju keselamatan, adalah buku
yang amat terkenal, yang dianggap sebagai bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa.
Seperti halnya dalam karya sastra Maharûi Vàlmìki, Ràmàyaóa, karya itu dibagi menjadi tujuh buku, yang
mengandung judul-judul yang sama seperti di dalam epik yang kuno, tetapi hanya
sebuah epik dalam bentuk luarnya dan dalam kenyataannya adalah buku tuntunan
kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan warna Tàntrik. Seperti kitab-kitab
Tantra, umumnya dalam bentuk sebuah dialog antara Sang Hyang Úiva dengan
úaktinya dewi Umà.
Keseluruhan menurut karya itu , Ràma pada dasarnya Aang
Hyang Viûóu, dan dewi Sìtà yang diculik oleh raja raksasa Ràvaóa adalah hanya
ilusi, sedang dewi Sìtà yang sebenarnya, yang identik dengan dewi Lakûmì dan
Prakerti, tidak muncul sampai setelah cobaan berat dengan Sìta yang palsu
menceburkan ke dalam api unggun untuk membuktikan kesucian dirinya yang
merupakan bagian akhir dari buku tersebut. Ràmahådaya (I.1) dan Ràmagìtà
(VII.5) adalah naskah-naskah yang dihapalkan oleh para penyembah setia Úrì
Ràma. Fakta, bahwa penyair suci suku bangsa
Marathi yang bernama Ekanàtha, yang hidup pada abad ke 16, yang menyebutkannya bahwa karya itu adalah
modern, tidak dapat disebut sebagai amat kuno.
Nàciketopàkhyàna yang juga
menyatakan dirinya merupakan satu bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa, rupanya
merupakan satu versi yang paling hambar, jelas dan kurang indah dibandingkan
dengan legenda Nàciketa lama yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar