Halaman

Selasa, 08 Mei 2012

Narada Purana

Båhannàradìya-Puràóa (Puràóa Agung Maharûi Nàrada)

Umumnya ia dinamakan demikian untuk membedakannya dengan Nàrada atau Nàradìya Upapuràóa. Akan tetapi ada yang meragukan bahkan apakah Båhannàradìya Puràóa pantas untuk dimasukkan ke dalam Mahàpuràóa (Puràóa yang kuno) karena secara murni adalah sebuah naskah sektarian, yang di dalamnya Úùta mengulangi percakapan atara mahàrûi Nàrada dan Sanatkumàra, dan Maharûi Nàrada muncul dalam karakter sebagai seorang guru Viûóubhakti, penyembahan Viûóu yang saleh. 


Temanya yang nyata tidak seperti kitab-kitab Puràóa lainnya, menguraikan tentang penciptaan dunia dan sejenisnya. Hal tersebut tidak disentuh sama sekali; tema-temanya yang  utama adalah uraian tentang dari festival (utsava), upacara-upacara dari cara memuja Sang Hyang Viûóu yang diilustrasikan dengan bermacam-macam legenda, atau disisipkan dalam legenda-legenda, juga menemukan bagian didaktik yang menjunjung tinggi suatu disiplin hidup sebagai seorang Bràhmaóa yang agak tidak tolerant. Bab XIV, satu bab yang panjang berisi suatu katalog tentang dosa-dosa dan hukuman-hukuman neraka yang harus diterima. Dengan contoh berikut, dimaksukkan di antara mereka yang berbuat dosa namun tidak bertobat, dan hukumannya tidak dapat dibatalkan, karenanya menerima hukuman di neraka. 

Orang-orang  yang berdosa dan tidak melakukan penebusan dosa (bertobat), tidak hanya dihukum panggang di alam neraka selama ratusan dan ribuan tahun, dalam kitab itu diuraikan secara detail satu persatu siksa-siksa neraka tetapi sesudah di neraka, mereka  dilahirkan kembali sebagai cacing-cacing dan binatang lainnya, sebagai orang yang tidak beriman. Namun demikian, berlawanan dengan semua kutukan atau hukuman di atas, pada bagian yang sama itu mengajarkan bahwa Viûóubhakti menghapuskan semua dosa, demikian pula air sungai Gangga juga mencucikan dosa-dosa yang paling hitam sekalipun.


Beberapa bab (22-28) secara rinci memperlakukan tugas-tugas dari profesi (varna) dan aúrama-aúrama, dengan upacara Úràaddha dan upacara-upacara penebusan dosa (Pràyaúcita). Bab-bab terakhir menguraikan tentang kesengsaraan dari penjelmaan (saýsàra) dan upaya mencapai keselamatan (mokûa) melalui sarana yoga dan Bhakti. kepada Sang Hyang Viûóu dinyatakan kembali,  sebagai satu-satunya jalan keselamatan, demikianlah diuraikan pada bab 28,116. “Apa faedahnya mantra suci Veda,  ajaran sastra-sastra yang utama, penyucian diri  di tempat-tempat mandi suci suci (tìrthayàtra), atau pertapaan dan upacara korban kepada mereka yang tanpa melaksanakan kebaktian kepada Sang Hyang Viûóu (Viûóu Bhakti)”. 


Nàradìya Upapuràóa memasukkan ceritra Rukmàògadacarita, yang juga merupakan sebuah buku yang juga sejalan dan berdiri sendiri. Ceritra yang mendatangkan keberuntungan dari raja Rukmàògada diceritakan di dalam 46 bab. Raja Rumàògada telah menjanjikan putrinya Mohinì, bahwa ia mau mengabulkan satu keinginan apapun yang memungkinkan untuk itu. Dia (putri itu) memohon bahwa sang rajaakan menghentikan puasanya pada hari Ekadasi (hari ke 11 dari setengah bulan yang dikeramatkan untuk Sang Hyang Viûóu) atau menyembelih putranya; dan akhirnya raja memutuskan pada keputusan yang disebut terakhir itu, sebab hal itu nilainya lebih kecil dari dosa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar