Halaman

Selasa, 29 Mei 2012

Citraketu - Bhagawata Purana

CITRAKETU
Raja Parìkûit mendengar kisah Indra dan Wåtra dari åûi Úukadewa. Dan Parìkûit menjadi bingung, bagaimana seorang Àsura seperti Wåtra bisa mengabdi dan memuja Wiûóu ? Úukadewa kemudian memberitahukan tentang kisah Citraketu.


Bertahun-tahun yang lampau, di kerajaan Úùrasena dan di kota Mathurà, memerintahlah seorang raja bernama Citraketu. Sang raja memiliki banyak istri. Namun sayangnya beliau tidak memiliki keturunan. 

Suatu hari åûi Aògira datang mengunjunginya dan sang raja memberitahukan tentang penderitaanya. Istri tertua Citraketu bernama Kritadyuti. Setelah melakukan upacara Yajña agar Citraketu bisa memiliki anak maka dari upacara itu dihasilkan puding nasi yang kemudian diberikan kepada Kritadyuti. Dan pada saat yang ditentukan, lahirlah seorang anak darinya dan ini membuat semua orang bergembira ria.

Citraketu sangat menyayangi putranya itu. Dan cintanya pada Kritadyuti menjadi bertambah setelah istrinya itu memberikan seorang anak laki-laki kepadanya. Dan ini menimbulkan kecemburuan istrinya yang lain. Mereka kemudian meracuni anak itu hinga anak itu pun tewas.

Citraketu dan Kritadyuti menjadi gila karena sedih atas kehilangan putranya. Sedangkan para istri yang meracuni anak itu, berpura-pura ikut menangis untuk menyembunyikan kejahatan mereka. Åûi Aògira dan Nàrada kemudian datang untuk menghibur Citraketu.

Mereka berkata, “Tidak ada gunanya kalian bersedih. Siapa yang kalian sedihkan ? Apakah arti anak itu bagi kalian? Dalam kehidupan kalian yang lalu, ia bukanlah apa-apa kalian. Setiap orang akan mengalami kelahiran yang berulang ulang. Setiap kelahiran mereka mendapatkan tubuh baru. Namun semua itu hanyalah ilusi. Àtman dari anakmu itu tidak pernah mati. Dan jika kalian berpikir sebaliknya, maka itu adalah suatu kebodohan.”

Untuk lebih meyakinkan Citraketu, Nàrada kemudian menggunakan kekuatan gaibnya untuk mengembalikan àtman dari pangeran muda yang telah mati. Beliau kemudian berkata pada àtman itu. “Masukilah tubuh pangeran yang telah mati ini. Kau masih harus menjalani kehidupan sebagai seorang pangeran. Hiduplah beberapa waktu lagi, nikmatilah segala warisan ayahmu dan menjadi raja setelahnya.”

Sang àtman menjawab, “Hidup yang mana, ayah yang mana dan kekayaan yang mana ? Aku telah hidup selama ribuan kehidupan. Aku memiliki ribuan ayah dan kehidupan. Dan tubuh mana yang kau sebutkan ?”

Kata-kata itu akhirnya berhasil meyakinkan seluruh kerabat sang pangeran. Mereka melupakan kesedihannya dan mulai melakukan upacara terakhir untuk sang pangeran. Sedangkan istri Citraketu yang meracuni sang pangeran menyesali perbuatannya dan merencanakan untuk melakukan upacara penebusan dosa di pinggir sungai Yamunà. Citraketu sendiri melakukan tapasya dan melalui kekuatan yang diperolehnya, ia berhasil bertemu dengan Wiûóu. Ia kemudian menyebarkan pengetahuan tentang Wiûóu kemana-mana dan ini membuat egonya menanjak drastis.

Pada suatu kesempatan, ia telah mencela Úiwa dan Pàrwatì. Úiwa mengabaikan penghinaan itu, namun Pàrwatì mengutuknya agar lahir menjadi seorang àsura. Sebenarnya, Citraketulah yang lahir sebagai Wåtra karena itulah Wåtra sangat setia kepada Wiûóu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar