Halaman

Selasa, 08 Mei 2012

Brahmanda Purana

Brahmàóða Puràóa

Dalam daftar yang terdapat pada Kùrma Puràóa, Puràóa yang kedelapan belas ini dinamakan “Vàyavìya Brahmàóða”, “Puràóanya telor-telor/planet-planet Brahman yang diwedarkan oleh Sang Hyang Vàyu”, dan adalah mungkin bahwa Brahmàóða yang asli adalah sebuah versi lain dari Vàyu Puràóa yang lebih tua. 

Menurut Màtûya Puràóa (53,55f) bahwa Puràóa diwedarkan oleh Brahman, dan berisi pangagungan terhadap planet-planet Brahman. Kitab-kitab Bràhmaóa dan kitab-kitab Upaniûad terlebih dahulu sudah menyatakan tentang eksistensi telur emas yang merupakan asal mula alam semesta yang diciptakan oleh Brahman. 

Kitab-kitab dimaksud antara lain: Úatapatha Bràmaóa ( XI.1.6.) dan Chàndogya Upaniûad (III.9.1). Menurut kosmogoni dari kitab Puràóa ini, Brahman (Viûóu dalam wujud-Nya sebagai Brahman) bertempat di dalam telur yang di dalamnya berada keseluruhan alam-semesta dalam kondisi tertutup, dan yang keluar dan membuka dirinya kekuasaan Sang Maha Pencipta. Hal yang sama juga disebutkan dalam  kitab Viûóu Puràóa  I.2, Vàyu Puràóa  4.76  dan Manusmåti atau Manavadharmaúàstra I.9. 

 Seperti juga kitab-kitab Puràóa yang lain secara rinci menguraikan kalpa-kalpa yang akan datang dalam 12.200 úloka. Akan tetapi, tampaknya karya yang asli dari dari kitab Puràóa ini rupanya telah hilang, naskah yang kita miliki, bagian terbanyak hanya berisi Màhànya-màhàtnya, Stotra-stotra dan Upàkhyàna-upàkhyàna yang mengklaim dirinya sebagai bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa. 

      Àdhyàtma-Ràmàyaóa, yaitu “Ràmàyaóa yang di dalamnya menempatkan Úrì Ràma sebagai Àtman yang tertinggi”, yang di dalam Advaita (Monisme dari Vedànta) dan Ràma Bhakti diajarkan sebagai salah jalan menuju keselamatan,  adalah buku yang amat terkenal, yang dianggap sebagai bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa. Seperti halnya dalam karya sastra Maharûi Vàlmìki, Ràmàyaóa,  karya itu dibagi menjadi tujuh buku, yang mengandung judul-judul yang sama seperti di dalam epik yang kuno, tetapi hanya sebuah epik dalam bentuk luarnya dan dalam kenyataannya adalah buku tuntunan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan warna Tàntrik. Seperti kitab-kitab Tantra, umumnya dalam bentuk sebuah dialog antara Sang Hyang Úiva dengan úaktinya dewi Umà. 

      Keseluruhan menurut karya itu , Ràma pada dasarnya Aang Hyang Viûóu, dan dewi Sìtà yang diculik oleh raja raksasa Ràvaóa adalah hanya ilusi, sedang dewi Sìtà yang sebenarnya, yang identik dengan dewi Lakûmì dan Prakerti, tidak muncul sampai setelah cobaan berat dengan Sìta yang palsu menceburkan ke dalam api unggun untuk membuktikan kesucian dirinya yang merupakan bagian akhir dari buku tersebut. Ràmahådaya (I.1) dan Ràmagìtà (VII.5) adalah naskah-naskah yang dihapalkan oleh para penyembah setia Úrì Ràma. Fakta, bahwa penyair suci suku bangsa  Marathi yang bernama Ekanàtha, yang hidup pada abad ke 16,  yang menyebutkannya bahwa karya itu adalah modern, tidak dapat disebut sebagai amat kuno.

     Nàciketopàkhyàna yang juga menyatakan dirinya merupakan satu bagian dari kitab Brahmàóða Puràóa, rupanya merupakan satu versi yang paling hambar, jelas dan kurang indah dibandingkan dengan legenda Nàciketa lama yang indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar