Halaman

Rabu, 30 Mei 2012

Indra melakukan Aswameda Yadnya (Bhagawata Purana)

INDRA DAN WÅTRA
Pada suatu waktu, Indra sedang duduk di singgasananya dan para dewa yang lain duduk mengelilingi beliau. Para gandharwa menyanyi dan para apsara menari.


Guru dari para dewa adalah åûi Båhaspati, dan beliau datang ke pertemuan itu. Namun saat itu Indra sedang sangat tertarik dan tenggelam menikmati tarian dan nyanyian para gandharwa dan apsara, sehingga ia lupa untuk berdiri dan memberi hormat pada kedatangan gurunya. Melihat hal itu, Båhaspati merasa terhina lalu meninggalkan pertemuan itu. 

Namun Indra segera sadar dan berlari ke luar untuk mengejar gurunya dan memohon maaf. Akan tetapi Båhaspati tidak membiarkan semua itu berjalan semudah itu. Dan dengan kekuatan saktinya, beliau segera menghilang. Indra terus mencari dan mencari namun tidak mendapatkan Båhaspati.

Para àsura telah mengetahui keadaan ini, di mana para dewa sekarang tidak memiliki seorang guru. Dan mereka pikir ini adalah saat yang terbaik untuk menyerang mereka. Sehingga atas persetujuan gurunya Úukràcàrya, mereka menyerang para dewa dan menyingkirkan mereka. Hingga akhirnya para dewa berlari menghadap dewa Brahmà.

Brahmà bersabda, “Semua ini terjadi karena kalian telah menghina guru kalian. Kalian menjadi lemah karena kalian tidak memiliki guru. Kalian memerlukan seorang guru. Sekarang pergi dan temuilah åûi Wiúwarùpa, putra Twaûþà. Karena beliau akan memberikan jalan keluarnya.”

Saat itu Twaûþà telah menikah dengan Recanà, yang adalah seorang wanita Daitya. Jadi Wiúwarùpa adalah sepupu para daitya dan tidak mungkin ia harus membantu para dewa dalam perangnya melawan para àsura. Namun karena para dewa telah memohon, maka Wiúwarùpa tidak sanggup menolaknya. Ia menjadi penasehat para dewa dan atas nasehatnya, para dewa berhasil mengalahkan para àsura.

Wiúwarùpa memiliki tiga kepala yang digunakan untuk makan, yang kedua untuk meminum arak yang ketiga meminum ramuan yang memberikan kenikmatan ekstasi tertentu. Indra merasa tidak yakin atas bantuan Wiúwarùpa, karena bagaimanapun juga, ia adalah daitya, mungkin saja ia hanya berpura-pura membantu lalu menghancurkan mereka suatu saat nanti. Ketika mendapat kesempatan, Indra dengan senjata saktinya, memotong ketiga kepala Wiúwarùpa yang kemudian berubah menjadi tiga jenis burung.

Twaûþà yang mendengar Indra telah membunuh Wiúwarùpa, menjadi amat marah. Ia  kemudian melakukan yajña dan mendoakan bahwa musuh Indra akan lahir dari nyala api. Maka keluarlah sesosok mahluk yang terus membesar dari api upacaranya. Mahluk ini bertubuh gelap segelap pegunungan dan matanya menyala seperti matahari di siang hari. 

Àsura ini membawa sebuah triúula di tangannya. Dan bumi berguncang ketika ia meraung dan menari. Mulutnya sebesar gua dan saat ia membuka mulutnya itu, tampak seolah olah ia mau menelan seluruh isi tiga dunia. Orang-orang mulai berlarian melihat àsura yang dinamai Wåtra. Para dewa kemudian menyerang Wåtra dengan berbagai senjata yang dengan mudah ditelannya.

Menghadapi hal seperti itu, para dewa menjadi bingung dan mulai memohon pada Wiûóu. Wiûóu menampakkan diri pada mereka dan berkata. “Pergilah ke Dadìchi. Åûi ini memiliki tubuh yang kuat sebagai hasil dari tapanya. Mintalah tubuhnya itu dan beliau tidak akan menolak. Dan dari tulang rangka beliau, kalian bisa membuat senjata sakti yang berbentuk Wajra. Dan dengan senjata ini Indra akan membunuh Wåtra.”

Ketika para dewa meminta tubuhnya, åûi Dadìchi tidak menolaknya karena menurut beliau tubuh fisik tidak ada artinya lagi. Àtman adalah segalanya. Wiúwakarma, sang arsitek para dewa, kemudian membuat senjata wajra dari tulang sang åûi. Lalu dengan dilengkapi senjata wajra itu, beliau kemudian menaiki Airàwata, lalu menyerang Wåtra dan para àsura lainnya. 

Para dewa yang lain juga datang membantu Indra hingga terjadilah perang yang dahsyat antara para dewa dan raksasa. Berbagai senjata melayang di udara yang dilemparkan oleh kedua belah pihak. Karena saking banyaknya anak panah di udara langit tampak berwarna hitam.

Para raksasa yang terdesak mulai melarikan diri. Dan Wåtra berusaha menahan mereka. “Pengecut” katanya. “Mengapa kalian berlarian ? Setiap orang lahir untuk mati. Lebih baik mati di medan perang daripada mati sebagai pengecut. Kembalilah !”

Namun mereka tidak memperdulikannya. Maka Wåtra kemudian bertarung sendirian. Ia menginjak-injak para dewa di kakinya. Indra kemudian melemparkan sebuah gada pada Wåtra, namun Wåtra menangkap gada itu lalu melemparkannya pada gajah Airàwata yang dikendarai oleh Indra. 

Gajah yang terkena gada itu roboh dan memuntahkan darah. Saat itu Wåtra bisa saja menyerang Indra, namun ia membiarkannya bersiap-siap setelah gajahnya roboh. Dan setelah siap kembali, maka Wåtra kembali menyerangnya.

Wåtra berkata, “Aku akan berusaha untuk membunuhmu dengan triúulaku dan membalaskan dendam Wiúwarùpa. Tapi karena kau telah diberkati oleh Wiûóu, maka kau berkesempatan besar membunuhku dengan wajramu. Siapa yang bisa menang tanpa dukungan dan berkat dari Wiûóu ?”

Raksasa itu kemudian melemparkan triúulanya ke arah Indra, namun Indra memotong triúula itu dengan wajranya, lalu dengan wajra itu ia memotong tangan kanan Wåtra. Namun Wåtra kemudian mengeluarkan sebuah tombak dan melukai Indra begitu keras hingga wajra yang ada di tangannya jatuh ke tanah. Dan dengan sangat malu Indra mengambil kembali wajranya.

“Ayo, Indra” kata Wåtra. “Ambillah wajramu yang jatuh itu dan bunuh aku. Jangan buang–buang waktu. Aku ingin segera bertemu dengan Wiûóu.”

Sambil berkata demikian, Wåtra kemudian mengambil sebuah tombak di tangan kirinya. Namun kali ini Indra memotong tangan kiri Wåtra. Karena marah, Wåtra kemudian membuka mulutnya dan menelan Indra sekalian dengan airàwatanya. 

Sebelum sadar akan sekelilingnya Indra sudah berada di dalam perut Wåtra. Namun dari dalam perut Wåtra ia membelah tubuh mahluk itu dengan wajra lalu memotong kepalanya. Karena tubuh Wåtra sangat keras, maka diperlukan 360 hari untuknya untuk memotong kepala Wåtra.

Setelah peristiwa itu, para dewa merasa aman kembali. Namun tidak demikian halnya dengan Indra. Karena Wåtra adalah seorang bràhmaóa, maka ia telah melakukan dosa membunuh seorang bràhmaóa. Dosa itu selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. 

Sehingga akhirnya Indra pergi ke danau Mansarowara. Indra bersembunyi di tangkai daun teratai dan tinggal di sana selama ribuan tahun. Ketika Indra tidak berada di kahyangan selama masa penebusan dosanya itu, raja Nahuûa memerintah menggantikan Indra. 

Namun karena kehebatan danau itu, dosa Indra akhirnya dibersihkan kembali. Indra kemudian kembali dan melakukan Àúwamedha yajña sebagai upacara terakhir penebusan dosanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar