Halaman

Selasa, 29 Mei 2012

Hiranyakasipu dan Anaknya Prahlada (Bhagawata Purana)


HIRAÓYAKAÚIPU DAN PRAHLÀDA
Mungkin anda masih ingat tentang Wiûóu yang berwujud seekor babi hutan untuk membunuh Hiraóyakûa. Dan Hiraóyakûa ini memiliki seorang saudara bernama Hiraóyakaúipu.


Hiraóyakaúipu menjadi sangat marah setelah mengetahui saudaranya dibunuh oleh Wiûóu. Maka ia memutuskan untuk membunuh Wiûóu. Ia mengumpulkan semua àsura dan menyuruh mereka menghentikan pembacaan dan penyebaran kitab Weda. 

Para Àsura melakukan perintahnya hingga seluruh yajña berakhir. Para dewa ditekan hingga mereka lari dari surga. Hiraóyakaúipu menghibur ibu dan keponakan-keponakannya agar tidak bersedih atas kematian Hiraóyakûa dan berjanji akan membalaskan dendamnya.

Untuk memenuhi ambisinya itu, ia kemudian melakukan tapa brata yang sangat hebat. Ia bertapa berdiri dengan jempol kakinya dan mengangkat tangannya. Demikianlah posisi tapanya. Rambutnya dijalin seperti pertapa dan jamur mulai tumbuh menutupi seluruh tubuhnya. Selama seratus tahun Hiraóyakaúipu bertapa tanpa makan dan minum.

Akhirnya Brahmà berkenan dan setuju untuk memberikan sebuah anugrah padanya. “Berikanlah hamba anugrah agar hamba tidak akan bisa dibunuh oleh siapa pun yang merupakan mahluk ciptaan anda.” kata Hiraóyakaúipu. “Agar hamba tidak bisa dibunuh pada siang ataupun malam hari, oleh manusia ataupun binatang, di langit ataupun di bumi. Agar hamba tidak mempan oleh senjata apapun. Agar para dewa ataupun àsura tidak bisa mengalahkan hamba.”

Brahmà berkenan memberikan anugrah yang jarang dan langka itu. Karena kekuatan itu, Hiraóyakaúipu mulai menaklukkan ketiga dunia. Ia bahkan mengusir Indra dari surga, dan memerintah di sana. Para dewa kemudian meminta perlindungan kepada Wiûóu. Wiûóu kemudian berkata mereka agar bersabar. Dan beliau berkata bahwa beliau sendiri yang akan turun ke dunia untuk membunuh Hiraóyakaúipu, ketika ia mulai menekan dan menyiksa anaknya, Prahlàda.

Selain Prahlàda, Hiraóyakaúipu, juga memiliki tiga orang putra yang lain. Namun Prahlàda adalah pengecualian. Anak ini sangat setia memuja Wiûóu dan setiap saat selalu memuja Wiûóu.

Úukràcàrya adalah guru dan penasehat para àsura. Dan ia memiliki dua orang putra yaitu Úandra dan Amarka. Kedua bersaudara ini mengajar Prahlàda dan saudara-saudaranya. Namun tanpa memperdulikan apa pun yang diajarkan oleh mereka, Prahlàda tetap memuja dan mengagungkan Wiûóu. 

Pada mulanya Hiraóyakaúipu menganggap bahwa semua itu hanyalah guyonan anak kecil dan mengabaikannya. Namun hal itu terus berlanjut dengan ditandai Prahlàda yang terus memuja Wiûóu.

Maka Hiraóyakaúipu yang tidak menginginkan punya anak yang seperti itu, segera memerintahkan pelayan-pelayannya untuk membunuh Prahlàda. Para àsura kemudian menyerang Prahlàda dengan tombak, namun atas perlindungan Wiûóu, tombak itu tidak mempan pada Prahlàda. 

Kemudian mereka melepaskan beberapa ekor gajah yang besar untuk menginjak tubuh Prahlàda. Kemudian Prahlàda digigit oleh ular berbisa yang dilepaskan untuk membunuhnya. Lalu anak itu dijatuhkan dari puncak gunung. Diracuni, dilempar kedalam samudra. Namun atas perlindungan Wiûóu, Prahlàda menjadi selamat dari semua itu.

Prahlàda kemudian dipenjarakan untuk sementara waktu dan waktunya selama di penjara itu dihabiskan dengan mengajar anak-anak àsura untuk selalu memuja Wiûóu. Ia memberitahukan tentang bagaimana ia selalu memuja Wiûóu. Ceritanya demikian.

Suatu saat ketika Hiraóyakaúipu pergi melakukan tapasya, para dewa menyerang àsura dan mengalahkan mereka. Indra kemudian menculik ibu Prahlàda. Namun Nàrada kemudian meyakinkan Indra bahwa menculik itu adalah sebuah dosa. 

Ibu Prahlàda ini kemudian dibebaskan dan di bawa ke pertapaan Nàrada. Saat itu Prahlàda sedang berada di dalam rahim ibunya dan ia juga ikut mendengarkan berbagai kebijaksanaan yang diajarkan oleh Nàrada kepada Ibunya. Pelajaran itulah yang terus diingatnya sampai sekarang. 

Setelah mendapat pelajaran dari Prahlàda, anak-anak para àsura itu mulai berubah dan rajin melakukan pemujaan kepada Wiûóu. Dan Hiraóyakaúipu yang dilaporkan hal itu, tidak bisa mentoleransinya lagi. Ia kemudian memanggil Prahlàda untuk menghadap padanya sekali lagi.

“Siapa yang selalu melindungimu setiap saat jika aku mau membunuhmu ?” tanya Hiraóyakaúipu. “Wiûóu” jawabnya. “Wiûóu ? Dimana Wiûóu itu berada ?” teriak Hiraóyakaúipu. “Beliau ada di mana-mana” jawabnya.

“Di mana-mana ?” tanya Hiraóyakaúipu yang kemudian menunjuk ke sebuah pilar kristal di istananya lalu berkata, “Apakah Wiûóu juga ada di pilar itu ? Sekarang lihatlah aku akan menghancurkan pilar ini. Kau boleh lihat jika Wiûóu ada di sini.”

Hiraóyakaúipu kemudian memukul pilar itu dengan hantaman tinjunya. Dan dari dalam pilar itu terdengarlah suara yang aneh. Sesosok mahluk aneh tiba-tiba keluar dari dalam pilar itu. Mahluk ini tidak berupa binatang ataupun manusia, wujudnya setengah manusia dan setengah binatang. 

Mahluk ini adalah Nàraúimha awatàra, yang memiliki mata bagaikan emas yang menyala. Bulu singa yang berwarna keemasan memenuhi wajahnya. Giginya tajam seperti pedang. Cakarnya juga sangat tajam. 

Hiraóyakaúipu kemudian menyerang Nàrasiýha dengan sebuah gadanya. Namun Nàraúimha berhasil menangkap kedua tangan àsura itu, dan dengan mudah ia melemparkan pedang dan perisai yang dibawa oleh Hiraóyakaúipu. Ia menaruh àsura itu di tangannya dan mencakar dadanya dengan cakarnya. Lalu ia juga membunuh para àsura yang lainnya.

Prahlàda kemudian datang dan memuja Nàraúimha. Nàraúimha memberikan sebuah anugrah dan Prahlàda meminta agar dosa-dosa ayahnya diampuni Wiûóu kemudian mengabulkan permintaannya.

Selanjutnya Prahlàda menjadi raja para àsura dan ia memerintah dengan adil dan bijaksana, sesuai dengan ajaran dharma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar